Tuesday, November 12, 2013

Kangen Bapak

Hari ini adalah hari ayah. Di Indonesia, hari ayah memang belum umum diperingati, tapi menurut saya itu sama pentingnya seperti hari Ibu. Ya jelas penting ya, tanpa ayah *baca pria*, wanita ga akan jadi ibu. Saya termasuk orang yang beruntung, karena memiliki kenangan yang indah bersama bapak saya.
Sebenarnya, beliau sudah meninggalkan kami *Ibu, saya dan kedua adik laki-laki saya sejak hampir 10 tahun yang lalu, tapi sampai sekarang serasa beliau masih ada di tengah-tengah kami. Almarhum adalah pribadi yang mudah bergaul dan sangat pemurah. Saya masih ingat ketika saya dan Wildan adek saya, jalan-jalan sore bersama Bapak, kami melihat ada seorang pengemis yang tak mengenakan sandal. Bapak segera melepas sandalnya dan memberikan begitu saja pada pengemis itu, padahal aspalnya masih lumayan panas dan rumah kami kira-kira masih 300 meter lagi.
Kami melongo.
Saya bertanya, "kenapa ga dikasih uang aja pak?"
"Karena kalau dikasih uang, pasti dibelikan makan, padahal kan kasian dia juga butuh sendal. Lagian bapak lagi ga bawa uang ney." *eaaaaa
Waktu itu bapak membuat saya berpikir
1. Berikan apapun yang bisa kamu berikan untuk membantu orang lain.
2. Ga usah minta jajan sama bapak karena bapak lagi ga punya duit. :D

Saya adalah anak kesayangan bapak. Mungkin karena dari ketiga anaknya, saya adalah putri satu-satunya. Saya masih ingat betul, beliau pernah menghadiahi saya liontin emas tanpa ada special occasion.
"Aku kan gak lagi ulang tahun pak." Saat itu saya terheran-heran. karena, bahkan saat saya ulang tahun pun beliau kadang lupa.
"Emang boleh ngasih kalo ulang tahun aja?" bapak menjawab cuek
"Ya tapi kan.."
"Wirdah ga mau? Sini, bapak sedekahkan ajah."
"Ya mau lah.. Makasih ya paak."

Saya faham betul beliau sangat mengasihi anak-anaknya, walau demikian, seringkali kasih sayangnya di ekspresikan dengan tanpa ekspresi. Ngerti ga? Saya aja baru ngerti setelah dewasa.
Waktu itu, moment tersebut di mata saya tak nampak spesial karena muka dan sikap bapak yang datar, atau karena saya masih terlalu polos dan ga tau seberapa berharganya liontin emas. Dengan bodohnya saya jual gitu aja si liontin itu.. untuk dibelikan.. guess what?? suplemen peninggi badan!*menjotos muka sendiri puluhan kali*.
Beberapa tahun kemudian, tepat ketika bapak meninggal, saya baru tahu ternyata beliau menyisihkan gaji tiap bulan untuk membelikan saya Liontin itu. It broke my heart so deeply. membuat airmata saya ga kering-kering hampir sebulan karena menyadari kebodohan saya yang tidak mengira cinta bapak yang begitu besar.

Ibu, dan kedua adik laki-laki saya juga memiliki kenangan mereka sendiri bersama bapak. Kami sangat kehilangan ketika bapak meninggal. Saat itu pertengahan bulan Ramadhan tahun 2004. Dan kami shock mendengar kabar bahwa bapak ditabrak oleh seorang pengemudi yang sedang mengantuk, ketika Bapak akan menyeberang jalan dari kantor, hendak pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Jum'at. Beliau sudah dalam keadaan suci karena sudah berwudhu dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. 
jeda
saya nangis dulu...
Sorry...
oke....

Intinya, minggu pertama setelahnya adalah hari-hari terberat untuk kami sekeluarga. Apalagi 15 hari kemudian, kami harus merayakan Idul Fitri tanpa bapak. Tapi yang membuat saya takjub adalah, kunjungan pentakziah yang tak hentinya ke rumah kami hingga tiga minggu setelah bapak wafat. Dari mereka kami benar-benar bangga karena tahu bapak kami adalah manusia yang murah hati. Semua menangis, merasa kehilangan. dari orang yang kami kenal dekat, hingga orang-orang asing yang tak pernah kami tahu. Dari mereka terungkap cerita-cerita tentang bapak yang inspiring, yang mengharukan dan membuat kami semakin kehilangan bapak.

Sampai saat ini, saya masih sangat kangen bapak. Rasanya seperti sakit yang tak ada obatnya. *halah! dangdut betul!* kadang dalam perjalanan ke kantor, saya sengaja melewati makam bapak yang memang tak jauh dari rumah. Saya sering menggumam sendiri, "Assalamu'alaikum paaak."
Lalu saya membayangkan bapak berdiri di gerbang makam  dan melambai pada saya *kok jadi cerita horor* dan menjawab "Wa'alaikum salam, anak bapak. kerja yang baik, cari duit yang banyak, jangan soc med mulu dan jangan lupa sedekah!!"

Duh kangen bapak sangat....

Selamat hari ayah, Bapak..
Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa'aafihi wa'fu'anhu.

Tuesday, May 21, 2013

Liv..

Nama Lengkapnya Liv Aqeela Khairunnisa. Liv artinya hidup, Aqeela artinya wanita yang berakal, dan Khairunnisa adalah sebaik-baiknya wanita. Jujur saja ini adalah Last minute choice. Waktu itu Liv sudah berumur 2 hari dan rumah sakit menanyakan namanya untuk dicantumkan pada surat keterangan lahir. 


Bukannya tidak ada stok nama, tapi memang semua orang ikutan nyumbang nama dan bagus-bagus pula, saya dan suami jadi bingung. Saya sebenarnya menyiapkan nama Queen Azeezah, tapi kata ibu, di daerah Sidoarjo sana ada pondok pesantren dengan nama yang sama. Eyaaaaaa.....

Wajah Liv eksotis yaiyalahgaadaemakyanggabilanganaknyacakep:)  Bagian hidung kebawah mirip saya, bibir sensual dan dagu lancip *ga papa ya narsis dikit kan blog saya sendiri ini* Hidung ke atas mirip bapaknya. Jadi saya tidak bertanggungjawab atas rambutnya yang jarang ya, karena itu gen bapaknya yang memang rambutnya cuma tiga biji. *kabuurr*  Ga papa nanti bisa dikasi minyak kemiri, lidah buaya dan ini dan itu.


Bayi ini berkali-kali membuat saya takjub. Di hari-hari awal hidupnya, saya memiliki masalah dengan ASI yang tak kunjung keluar banyak dan Liv mampu bertahan lapar selama 2 hari hingga akhirnya ASI saya keluar deras. Saya termasuk orang yang ceroboh dan bukan wanita yang lembut gemulai yang kadang tanpa sengaja tidak memperlakukannya dengan sangat hati-hati,  dan dia dengan tangguhnya bertahan dengan itu. Ada yang bilang bahwa bayi di design untuk mampu bertahan terhadap kondisi orang tuanya, sepertinya pernyataan itu benar. 

Saya bukan pecinta anak-anak, tapi dengan Liv, saya jatuh cinta. Seperti ada ruangan dalam hati Liv yang cuma bisa saya isi, yang tidak bisa diisi orang lain, dan sebaliknya. Mungkin ini rasanya keterikatan jiwa. Saya merasa dibutuhkan, ada makhluk mungil yang benar-benar menggantungkan hidupnya pada saya. Inilah belahan jiwa saya, nafas saya dan semangat saya. 

Saya berusaha mendeskripsikannya dalam kalimat sejelas mungkin tapi ternyata tetap  tak dapat mewakili. Kalau anda seorang ibu, pasti anda merasakannya. Please tell me what is the perfect sentence to describe it. 

Rasanya luar biasa indah dan saya baru benar-benar tahu ketika memilikinya. Menjadi ibu adalah hadiah sekaligus amanah. Mudah-mudahan saya bisa menjadi orang tua yang terbaik untuknya.
I just Love my daughter.. 
Alhamdulillah...




Oh No!! It's Full Moon!! (should be posted on April 25)

picture is taken from here
Baru jam 1 siang dan si bos udah teriak-teriak aja..

"Oohh... Wirdah-Wirdah-Wirdah... I stucked in those crazy meeting and going  to have the other one. Would you please check in an hour if I still breath. If I don't,  so please call my wife and tell her that she is a widow and needs to take care of the insurance."

Orang itu selalu lebai!!

Etapi memang hari ini tadi luar biasa sibuk. Sibuk yang menguras energi dan emosi.

Berangkat ke kantor jalanan macet banget ga kaya biasanya, padahal bukan hari Senin.
Pagi-pagi di kantor digupuhi sama  guru-guru yang mendadak sakit dan minta dicarikan guru pengganti. Telfon guru pengganti ga bisa karena dia harus gantiin guru yang lain... arrggghhhh.....

Jam sembilanan ditelfon  seorang wali murid yang komplain tentang anaknya yang berantem dengan temannya. Siangan dikit, ada dua anak yang di-setrap si Bos di ruangan saya, duduk menghadap tembok dan harus fokus pada buku masing-masing sampai kelas berakhir. Ini sih sama juga saya yang di timeout.

"What is going on today, people are becoming too excited." Saya menghela nafas panjang.

"I'm telling you, Wirdah, today is full moon." Si bos berargumen dari ruangan sebelah

"I thought you never believe in those things." Saya meninmpali.

"Trust me it's real." dia menepuk dada sambil menuliskan alamat sebuah website

Mmm... Okay..  di kalendernya hari ini memang full moon, dan memang menguras energi, tapi apakah itu karena full moon? I'm just not sure. mungkin karena sekarang cuma tanggal tua dan belum juga gajian. Itu sih cuma saya ya.

Setelah blog walking, memang ada beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa magnetisme dan gaya tarik bulan mempengaruhi metabolisme dan otak manusia, tapi belum ada penelitian yang cukup kuat untuk membuktikan hipotesis tersebut.

Soal Kenapa waktu full moon jadi hari yang melelahkan...errrrrrr..... itu sugesti bukan siy? saya anggap demikian saja. Pusing juga memikirkan hal yang diluar kuasa dan kemampuan saya.

Si bos tanya lagi "What do I have on next month full moon?"

"You have parent meeting, Board of Patron meeting and house hunting for new teachers"

"Oh Wirdah, just kill me!!!" Si Bos meratap.

Friday, April 12, 2013

Stop Judging, Please..!

Waktu itu saya sedang mengobrol santai dengan dua orang teman saya soal rencana liburan keluarga kami masing-masing. Seru sekali, perjalanan pulang jadi tidak terasa walaupun macet. Saya bercerita pada mereka bahwa saya akan ke Yogjakarta. Ini adalah perjalanan jauh pertamanya Liv, waktu itu usianya masih 6 bulan.

"Wah, bakalan cape kamu mangku Liv terus." Salah satu teman saya berkomentar.

"Nanti pake car seat kok mbak, jadi ga nggendong terus, paling digendong kalo pas nenen aja. Lagi pula lebih aman" Saya menimpali.
Kedua teman saya rupanya tidak setuju.
"Lebih aman gimana sih? kan kasian anakmu belum bisa duduk sudah didudukkan. Mendingan kamu pangku."
Saya menjelaskan ke mereka kalau Liv sudah  bisa duduk dan lebih aman di infant car seat karena bla..bla..bla...
Entah karena mereka lebih berpengalaman, atau karena benar-benar peduli dengan saya, atau merasa saya terlalu menggurui, mereka tetap mendebat dan berargumen. Perbincangan yang tadinya bersahabat, akhirnya mengarah pada judgement. Bau obrolan juga sudah bukan di ranah memberi masukan, tapi lebih pada mendikte. Mereka mulai melontarkan pendapat mereka soal kemiringan sandaran car seat, kemampuan bayi 6 bulan untuk duduk, frekuensi saya mendudukkan Liv di car seat dengan pokok ide yang masih sama bahwa duduk di car seat tidak aman. *tepok jidat

Mungkin waktu itu, saya tidak perlu terpancing. Seharusnya saya diam saja, atau mengiyakan saja walau nanti tidak dilakukan, tapi nyatanya saya tetap pada pendirian..dan eh.. si mulut ini tiba-tiba nyeletuk...
"Sudahlah, saya tau yang terbaik buat Liv"
Final statement, tidak ada lagi komentar. Saya menghela nafas panjang. Saya pikir waktu itu masalah selesai.

Ternyata eh ternyata..keesokan harinya di lounge saat makan siang, saya menyapa salah satu diantara mereka, dan ups...ga direspon. Mungkin ga  denger kali ya.. saya sapa sekali lagi, tetap saya dicuekin gitu.... whatt??!! saya didiamkan?? kenapa? karena saya ngotot pada pendirian saya dan saya ekspresif mengatakan "tidak" pada apa yang saya rasa tidak benar. Mungkin dari versi mereka, saya tidak tahu terimakasih dan sombong karena merasa paling benar...  (mmmm emang ga siih?)

Kejadian diatas adalah salah satu dari belasan, mungkin puluhan kali saya terjebak dalam situasi seperti itu selama 9 bulan saya jadi ibu baru. Tidak semua berakhir tragis siy..(Lebaii) seringkali  saya cuma senyum kecut aja atau diam. Akhirnya saya menyadari bahwa kesulitan mengasuh anak justru bukan datang dari si anak, (untuk saat ini) tapi justru dari orang-orang sekitar. Suka tidak suka, saya harus terima konsekuensinya.

Lain cerita, Salah seorang teman saya, memiliki bayi berusia 5 bulan. Dia mengaku merasa sangat bersalah karena Ia memberi bayinya susu formula saat Ia bekerja, bukannya ASI perah. Perasaannya ini diperparah dengan ibu-ibu sekitar rumahnya yang mengatakan bahwa bayinya adalah“anak sapi”, bahwa dia tidak memberi hak yang seharusnya didapat anaknya, bahwa pemberian ASI eksklusif sudah menjadi  Peraturan pemerintah dan menjadi wajib hukumnya. 

Yang bisa saya lakukan saat itu Cuma menghibur.  Tapi saya kok ya gemes sama ibu-ibu komplek teman saya itu. Okelah mereka memang benar, *soal ASI ya bukan soal anak sapi* , tapi apa mereka tahu bahwa teman saya ini tulang punggung keluarga, Janda sejak putrinya dalam kandungan, harus bekerja 12 jam dengan intensitas stress tinggi dan jadwal yang sangat padat which is tidak mungkin melakukan ritual pumping. Apa ya mereka tahu bahwa si ibu sebenarnya sangat mendambakan untuk dapat memberikan hak putrinya. Bukan tidak mau, hanya kondisi yang  tidak mengijinkan!! Waktu teman saya sudah dengan berlapang dada menjelaskan bahwa ASI-nya  tidak bisa mencukupi kebutuhan bayinya dan para ibu itu tetap ngeyel dan judging, apa perlu mereka tahu detailnya?  * weeks ikutan esmosi*

Menjadi ibu baru memang gampang-gampang susah. Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa mereka belum cukup ilmu untuk merawat si kecil. Iya siy... masukan dari orang sekitar akan sangat membantu, tapi itupun ada batasnya. Melontarkan pendapat, selama tidak menyakitkan akan sah-sah saja. Memberi informasi yang dirasa benar juga ga ada salahnya. Tapi soal apakah si Ibu mau melaksanakannya atau tidak, itu terserah orang tua. Toh resiko juga akan ditanggung orang tua sendiri, bukan ditanggung orang lain. Terdengar egois ya?? Memang, tapi saya rasa itu juga yang diinginkan orang tua yang sudah pernah dihakimi.

Semua ibu, saya yakin, ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Hanya memang definisi “terbaik” ini bisa jadi berbeda pada tiap orang. Kalau memang berniat membantu, menurut saya sekalian harus mau susah, contoh pada kasus teman saya tadi niy..dibantu untuk ke konselor ASI. Atau dicarikan pekerjaan yang lebih fleksibel. Itu baru namanya membantu, bukan judging. Tapi sayangnya, tidak semua orang berbuat demikian, secara… ngomong memang lebih gampang daripada bertindak ya…
Yang sebenarnya paling dibutuhkan bayi adalah orangtuanya, terlepas dari benar atau salahnya pandangan orang pada cara orangtua membesarkan anaknya, lingkungan harus menghormati cara mereka.  Menurut saya itu hak prerogatif orangtua dan ranah yang tidak boleh orang lain cawe-cawe, kecuali orang tua sendiri yang meminta atau mempersilahkan.

Well...saya pribadi berharap agar saya selalu tau dan mampu memberi yang terbaik buat Putra-putri saya. Bila saya sudah sampai pada stage ini, Saya harap saya mampu menjadi orang tua yang bijaksana, yang tidak akan judging orang tua manapun yang tidak sependapat dengan saya.  

Hope for the best for our kids.
cross fingers.





Tuesday, March 12, 2013

Time is Just Like Roller Coaster

Okay...it's finally my first post, after so many years I missed  a lot of moment, I didn't write it down and just left it in my memory. baahhh!!!

Sebenarnya saya patah arang, ketika saya gagal mencoba untuk mengakses kembali blog yang saya buat waktu masih kuliah. entah karena banned oleh blogger.com  atau hal lainnya. Berhubung saya malas untuk me- reactivated, saya terpikir untuk buat yang baru.  tentu saja harus merelakan tulisan-tulisan saya terdahulu. Biarlah, toh blog yang lama juga ga banyak posting.

Kali ini, saya membuat blog dengan embel-embel janji untuk rajin posting. Terinspirasi oleh kesadaran saya akan betapa cepatnya hidup saya dapat berubah. Hanya 4 tahun dari terakhir kali saya blogging dan tiba-tiba saja saya sudah menikah, punya anak, dan karir yang berbeda. Sayangnnya, semua itu tidak sempat saya tuliskan, yang artinya, saya kelak hanya dapat bercerita dengan versi saya saat itu.   

Kata pepatah, manusia akan selalu diingat melalui karyanya *ceile bahasanya* Entah apakah blog bisa disebut karya, sebenarnya saya cuma ingin anak cucu saya bisa mengingat saya dan melihat saya apa adanya, paling tidak, sepuluh tahun dari sekarang, saya masih bisa mengingat saya saat ini.

ops... Liv bangun...
Lanjut nanti aja..